
Kurang lebih sebulan yg lalu saya berkesempatan untuk berpartisipasi dalam ajang kompetisi Marketing Idea Competition 2006, yg diadakan majalah Marketing. Alhamdulilah saya mendapat anugrah sebagai juara..senang juga banyak dapat kenalan baru, ada yg minta kopi naskah, ada juga teman yang jauh2 sudah mewanti2..”ngga, lu jangan sampai makin narsis ya!!”....gubrak (ya deh kali ini fotonya dibikin kayak tersangka maling ayam aja..hehe).
Tapi terlepas dari itu, saya pgn berterimakasih jg terutama buat Hanum, sumber segala inspirasi gw, Ibu Kus, juga buat temen diskusi: Adianto Nugroho-Danone, Tani Danone, temen2 Palappa UGM, Yolanda-PnG, Rio Jujuk, Fidel-Sampoerna, Yuri n msh banyak lagi.
Sebtulnya ga ada yg istimewa dari naskah yg aku buat, tentang Business Social Transformation... yup coba deh perhatikan, inovasi bisnis yang sukses pasti mampu menciptakan transformasi sosial...contohnya Ipod, Microsoft, Ford Tmodel(dulu) even fenomena blog ini deh. Makanya judul yang aku pilih kemudian: ”Strategi Pemberdayaan Social Capital Bagi Penjualan sepeda Motor Yamaha”
Yang dimaksud Social Capital itu adalah aset-aset berupa hubungan baik (relationship), kepercayaan (trust), ikatan nilai dan norma antara perusahaan dengan seluruh stakeholdernya. Sebenernya Konsep Social Capital gak beda dengan Economic Capital jelas dua2nya bermanfaat bagi perusahaan. Tapi bedanya, modal ekonomi semakin MENYUSUT JIKA SEMAKIN SERING DIGUNAKAN, sementara modal sosial justru semakin BERTAMBAH JIKA SELALU DIBERDAYAKAN.
Mantra pemberdayaan Social Capital ini juga yang dipake pemenang nobel Muhammad Yunus dalam membesarkan Grameen Bank. Bermodalkan Trust dan Relationship, Grameen Bank mampu menyalurkan pinjaman hingga US$ 1,5 Juta perhari, dengan tingkat pengembalian 98%, pada jutaan rakyat miskin di Bangladesh. Nha tapi bagaimana perusahaan juga bisa jadi Tipping Point Alchemist kayak gitu? Mampu mengubah batu jadi emas?..bagaimana perusahan mampu membuat snowball effect dalam sebuah penciptaan transformasi sosial...
Ada 2 model yg aku kembangkan, pertama model network chain customer, dimana perusahaan fokus pada aggregat demand kumulatif—bukan pada individu namun komunitas. Dalam network customer itu definisi customer dibedakan lagi sebagai Influencer (orang yang mempengaruhi), Purchaser (orang yang membayar/membeli) dan user (Pengguna). Nha tentunya program2 marketingpun jadi ga bisa main pukul rata aja kan?
Kedua, model network chain market. Lingkup pasar juga bukan diartikan tempat bertemunya penjual n pembeli saja, masih ada lingkup pasar komplementer/metamarket, yaitu semua jenis pasar yang mungkin terlintas dibenak konsumen. Misal metamarket sepeda motor ya showroom/dealer (motor baru maupun bekas), bengkel, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi, bengkel, dealer spare parts, media otomotif, dsb. Tantangannya bagaimana perusahaan mampu memperluas dan memperdalam penetrasi distribusinya dengan ”mengorkestrasi” rantai pasar metamarket itu dalam jaringan proses terintegrasi. Tujuannya apalagi kalau bukan efisiensi?
Nah buat yang pengen tau, bagaimana contoh kedua model tersebut bisa diimplementasikan..silahkan kontak japri aja ya, saya kasih gratis full copy naskah lomba saya..buat apa sih ilmu disimpan rapat2 dalam hardisk, mending dibagi2kan, siapa tau lebih bermanfaat..toh akan mempertebal social capital kita juga kan..hehe